Review Produk Pasta Gigi "Close Up"



Assalamualaikum wr.wb

Hai hai hai semua..

Kali ini, DaBlog mau posting tulisan mengenai review produk kesayangan nih, produk yang selalu dipake, hampa kalo gak ada dia, eh.. apain sih, malah baper (x_x) wkwk

Yupz langsung aja, produk yang ingin DaBlog review kali ini adalah Pasta gigi “Close Up”

Semua pasti udah gak asing ya sama produk yang satu ini, close up adalah salah satu merk pasta gigi dari unilever yang mempunyai pangsa pasar yang sangat luas di Indonesia..

Sukanya sama pasta gigi ini, karena menurutku pasta gigi ini punya beberapa keunggulan, diantaranya:


  1. Segar banget di mulut
  2. Lebih berasa mintnya
  3. Membantu membunuh bakteri 
  4. Mencegah gigi berlubang
  5. Memutihkan gigi, dan yang pasti
  6. Segarnya tahan lebih lama..



Dengan keunggulannya ini, dan karena konsumen banyak yang menggunakan produk ini, maka close up banyak melakukan kreasi dan inovasi baru terhadap rasa, eh kok rasa ya, ntah apa deh, hee , banyak jenis dari pasta gigi ini, diantaranya:



  1. Close up menthol chill
  2. Close up milk calcium
  3. Close up crystal frost
  4. Close up SPA moisture
  5. Close up peppermint splash
  6. Close up fire-freeze



Nah, itu tadi sedikit review aku tentang produk pasta gigi “Close up” (No ngiklan) untuk kalian yang memiliki masalah pada gigi, atau gak pede sama bau mulut, recomended banget produk ini, gunakan secara rutin ya 3 kali dalam sehari, jangan lupa sikat gigi dengan cara yang benar, jangan lupa sempatkan diri untuk konsultasi dengan dokter terkait masalah gigi, agar hasilnya lebih efektif..

That’s all,

Wasalamualaikum wr.wb


Kepentingan Amerika terhadap Indonesia dalam Trans Pasifik Partnership



Kepentingan Amerika Serikat Mendorong Indonesia
dalam Trans Pasifik Partnership
 Makalah ini disusun guna memenuhi tugas individu
Mata Kuliah Perekonomian di Indonesia
Dosen Pengampu:







Disusun oleh:
Desta Amelia ( 14117974 )



KELAS A
JURUSAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2015



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur saya panjatkan kehadirat  ALLAH SWT , karena atas Taufiq dan Inayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership”.

Makalah ini disusun guna memenuhi syarat tugas individu Mata Kuliah Perekonomian di Indonesia. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini, terutama kepada Hermanita. Selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Perekonomian di Indonesia.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi saya selaku penulis khususnya. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb


Metro,... April 2015


Penyusun


DAFTAR ISI


COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

BAB I: PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................... 4

BAB II: PEMBAHASAN
A.    kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership Guna Konsep Kepentingan Nasional .................6

BAB III: PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Trans Pasifik Partnership (TPP) merupakan suatu kerangka kerjasama yang melingkupi kawasan Asia dan Pasifik dan digagas sebagai forum bersama guna membahas isu-isu ekonomi dunia sekaligus sebagai sarana akomodasi kepentingan negara-negara yang ada dalam kawasan Asia dan Pasifik.
Sebenarnya, Trans Pasific Partnership ini telah disusun pada tahun 2003, oleh Singapura, Selandia Baru, dan Chili sebagai jalan memperlancar jalur perdagangan liberalisasi di kawasan Asia Pasifik. Sementara Brunei Darussalam menjajaki tahap negosiasi untuk bergabung dalam forum tersebut pada bulan April tahun 2005.2 Trans Pasifik Partnership ditandatangani pada tanggal 2 agustus 2005 bersamaan dengan konklusi perundingan pada juni 2005, di mana perjanjian tersebut disepakati oleh empat (4) Negara di antaranya; Selandia Baru, Chili, Singapura serta Brunei Darussalam dan mulai berlaku (efektif) pada bulan Mei tahun 2006. Trans Pasifik Partnership ini sebenarnya dikenal sebagai tiga pasifik dekat ekonomi (P3-CEP) yang meluncurkan perundingan di sela-sela pertemuan Pemimpin APEC pada tahun 2002 di Los Cabos, Meksiko, oleh Presiden Chile Richardo Lagos, Perdana Menteri Singapura Gho Chok Tong, dan Helen Clark dari Selandia Baru. Brunei pertama kali mengambil bagian sebagai pihak negosiasi penuh dalam putaran kelima pada bulan April 2005, setelah itu blok perdagangan dikenal sebagai Pasifik-4 (P4). Meskipun semua Negara dan paraperunding yang berada dalam P4 merupakan anggota APEC tapi ini bukan inisiatif dari APEC, namun itu dianggap sebagai rencana untuk membentuk kerjasama antara negara-negara yang tergabung dalam APEC.
Pada bulan Maret tahun 2008, Amerika Serikat ikut bergabung dalam Trans Pasifik Partnership untuk menyelesaikan investasi dan jasa ketentuan keuangan Amerika Serikat (AS). Namun, saat itu belum ada kepastian yang kuat dalam membentuk kerangka kerja sama tersebut, hingga pada tahun 2008 di mana ekonomi Amerika Serikat mengalami penurunan yang drastis sebagai akibat dari krisis keuangan global, sehingga demikian, untuk memperbaiki keadaan ekonomi tersebut AS mulai tertarik untuk melanjutkan rencana Trans Pacific Partnership tersebut, dan diikuti oleh Vietnam, Australia, dan Malaysia sehingga semakin terbukalah kemungkinan untuk membentuk kerangka kerja sama tersebut. Trans Pasific Partnership (TPP) merupakan kerjasama dalam hal pasar bebas yang mencakup kawasan Asia dan Pasifik. Saat ini negara yang bergabung dalam Trans Pasifik Partnership berjumlah 9 negara diantaranya; Selandia Baru, Chili, Brunai Darussalam, Singapura, Amerika Serikat, Australia, Peru, Vietnam, Malaysia, sementara Jepang belum secara resmi ikut di dalamnya, masih diperlukan verifikasi lebih lanjut, Indonesia merupakan salah satu negara yang ada dalam kawasan Asia pasifik yang dibujuk oleh Amerika Serikat untuk bergabung dalam forum TPP tersebut dikarenakan Pemerintahan Obama telah berkomitmen untuk membuat Trans Pasifik Partnership sebagai sebuah “Perjanjian perdagangan abad ke-21,” berdasarkan semua Negara anggota Trans Pasifik Partnership.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka muncul permasalahan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:
“Apa yang menjadi kepentingan nasional Amerika Serikat mendorong
Indonesia bergabung dalam Trans-Pasific Partnership?”


BAB II
PEMBAHASAN


1.      kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership Guna Konsep Kepentingan Nasional
Untuk menganalisa Kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dengan Trans-Pasific Partnership adalah dengan menggunakan konsep Kepentingan Nasional. Menurut Jack C. Plano dan Roy Olton adalah:[1] “Tujuan mendasar serta faktor paling penting yang menentukan dan memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri, kepentingan nasional merupakan unsur vital bagi negara, kemerdekaan, kemandirian, keutuhan wilayah, keamanan militer dan kesejahteraan ekonomi.” Kepentingan nasional selalu berkaitan erat dengan politik luar negeri.
Konsep kepentingan nasinal merupakan hasil telaah para pemikir realisme. Hans. J Morgenthau menyatakan bahwa:[2] “Politik itu sendiri pada hakikatnya adalah perjuangan untuk mencapai kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya, dan cara-cara memperoleh, memelihara dan menunjukkan kekuasaan menentukan teknik aksi politik.” Morgenthau yakin bahwa setiap pemimpin negara merasa wajib melaksanakan kebijakan luar negerinya dengan mengacu pada petunjuk yang digariskan pada kepentingan nasional dan pemimpin akan disalahkan apabila gagal mencapainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri suatu negara didasarkan pada kepentingan politik domestik, atau bahwa politik luar negeri merupakan kepanjangan tangan dari politik dalam negeri yang diformulasikan dalam kepentingan nasional suatu negara. Kepentingan nasional diartikan sebagai kelangsungan hidup (survive) suatu negara yang meliputi kemampuan untuk melindungi identitas fisik, mempertahankan rezim ekonomi politiknya dan memelihara identitas kulturnya dalam dunia internasional.[3] Menurut Kenneth Waltz seorang ilmuwan realis, mendasarkan kepentingan nasional terhadap tatanan politik internasional yang bersifat anarki yang tersebar di antara negara-negara.[4] Tidak ada negara manapun yang menjamin bahwa kehidupan suatu negara akan sejahtera dan damai. Sehingga juga tidak ada yang menjamin bahwa suatu negara tidak akan melakukan tindakan tertentu untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya. Waltz menambahkan, negara-negara serupa dalam semua hal fungsi dasarnya, yaitu disamping perbedaan budaya, ideologi, konstitusi atau personal, mereka menjalankan tugas-tugas dasar yang sama. Semua negara harus mengumpulkan pajak dan menjalankan kebijakan luar negeri.
Namun, negara sangat berbeda hanya mengacu pada kapabilitas mereka yang sangat beragam. Dalam kata-kata Waltz sendiri “unit-unit negara dibedakan khususnya oleh besar atau kecilnya kapabilitas mereka dalam menjalankan tugas yang serupa. Struktur suatu sistem berubah seiring perubahan dalam distribusi kapabilitas antar unit-unit sistem”. Dengan kata lain, perubahan sistem internasional terjadi ketika negara-negara berkekuatan besar muncul dan tenggelam, dan dengan demikian perimbangan kekuatan bergeser. Alat-alat yang khas dari perubahan itu adalah perang negara-negara berkekuatan besar. Oleh karena itu, negara-negara berkekuatan besar dalam tatanan dunia internasional yang anarki, menurut Kenneth Waltz lebih memiliki kesempatan yang besar untuk mempengaruhi kebijakan yang berlaku bagi semua negara. Akibatnya, negara-negara yang memiliki kekuatan kecil sering kali mendapat kerugian dari “ulah” negara yang memiliki kekuatan lebih besar. Indonesia memang tidak mempunyai perekonomian yang kuat disbanding Negara Adidaya tersebut, karna selama ini Indonesia kebanyakan bergantung pada perekonomian luar negri.Namun Indonesia memiliki tempat yang cukup strategis yang dimana dapat menjadi penyeimbang kekuatan perekonomian Amerika Serikat pasca krisis yang melanda Amerika sendiri.
Adapun inisiatif Amerika Serikat (AS) mengajak Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership (TPP) karena Amerika Serikat memiliki kepentingan nasional baik itu dilihat dari aspek domestic maupun aspek eksternal. Pada aspek domestiknya, kepentingan Amerika Serikat mengajak Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership yaitu, dimana telah kita ketahui bahwa Negara Adidaya saat ini sangat membutuhkan bantuan dalam bidang ekonomi, hal ini disebabkan oleh perekonomian Amerika Serikat yang sedang jatuh, dampak krisis Amerika saat ini sangat berpengaruh bagi masyarakat nya sendiri dan beberapa negara yang lain, serta perluasan pasar Amerika semakin meluas, sehingga muncullah inisiatif dari Amerika untuk memperbaiki ekonominya, untuk itu Amerika membutuhkan negara lain dalam memperbaiki ekonomi Amerika, Amerika menyadari bahwa saat ini Asia lah yang memiliki laju perekonomian yang baik di dunia, sehingga dari keadaan ini Amerika berniat melakukan kerjasama, yaitu dengan membentuk suatu kelompok kerja, dimana akan memproritaskan pada pasar bebas, diharapkan hal ini nanti bisa menggenjot perekonomian Amerika, maka Amerika pun membujuk negara-negara yang ada dalam kawasan Asia pasifik agar dapat mangikuti/bergabung dalam TPP (Trans Pasifik Partnership) itu sendiri, Trans Pacifik Partnership merupakan sebuah terobosan baru yang diayomi Amerika dan Australia guna untuk memperlancar perekonomian di dalam kawasan Asia Pasifik.
Adapun pada aspek eksternalnya Amerika Serikat mengajak Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership disebabkan oleh beberapa faktor (kepentingan). Pertama, Indonesia memiliki Pasar yang luas, dimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia saat ini merupakan salah satu negara yang di minta agar dapat bergabung dalam TPP dikarenakan Indonesia mempunyai Pasar yang cukup luas. Kedua, Persaingan kualitas produk saat ini cukup signifikan berpengaruh di negara Indonesia sendiri, sementara produk-produk dalam negri nyaris begitu saja belum terlirik oleh para konsumen/masyarakat local yang ada di Indonesia, sehingga demikian sejauh ini negara Adidaya tersebut merasa yakin dan percaya bahwa pasar yang ada di Indonesia sangat kental, dan mempunyai konsumsi yang yang tinggi tentunya, AS pun terus memperluas hegemoni terhadap negara-negara berkembang. Disamping hegemoni yng disampaikan Gramsci dengan peran kepemimpinan intelektual dan moral (intellectual and moral leadership) untuk menciptakan ide-ide dominan, Gramsci juga memperlebar khasanah intelektualnya dengan menambahkan hegemoni dalam kapitalisme untuk merebut kekuasaan negara maupun dalam mempertahankan kekuasaan yang sudah diperoleh.[5] AS akan terus berupaya menambah mitra dagangya terhadap negaranegara berkembang, termasuk Indonesia.




BAB III
PENUTUPAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan paparan tersebut maka dapat dibuat sebuah kesimpulan sementara yaitu: Pertama, Amerika ingin meningkatkan pendapatan ekonomi melalui kerjasama TPP untuk memperbaiki kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis keuangan tahun 2008. Kedua, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi industry dan perdagangan Amerika Serikat sehingga akan meningkatkan profit secara maksimal, serta perluasan hegemoni ekonomi-politik Amerika Serikat.




                                                                                                              


DAFTAR PUSTAKA

Jack C. Plano & Roy Olton, “Kamus Hubungan Internasional”, terjem. Wawan Juanda. Jakarta: Putra A Bardin. 1999.

Sorensen, R. J. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005, 100.

Thomson, Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Politik Antar Bangsa (terj). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010.
Robert Jacson dan Sorensen. 115.
Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, Hal. 22.



[1] Jack C. Plano & Roy Olton, “Kamus Hubungan Internasional”, terjem. Wawan Juanda. Jakarta: Putra A Bardin. 1999.
[2] Sorensen, R. J. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005, 100.
[3] Thomson, Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Politik Antar Bangsa (terj). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010.
[4] Robert Jacson dan Sorensen. 115.
[5] Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, Hal. 22.

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam tentang Tash'ir, Ikhtikar dan Bai'a an Najazy



“LARANGAN TASH’IR, IKHTIKAR, DAN BAI’A AN NAJASYI”
Tugas ini disusun sebagai Tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Dosen Pengampu: Afit Abrori, M.E.I


Disusun oleh:
1.      Asih Afiyanti                   14117834
2.      Desta Amelia                    14117974
3.      Kristina                            14118554
4.      Nurul Hidayah                14119014
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) JURAI SIWO METRO
TA. 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Sejarah Pemikiran Ekonomi Islah sebagai tugas Ujian Tengah Semester (UTS) ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang Larangan Tash’ir (penetapan harga oleh pemerintah), Larangan Ikhtikar (monopoli), Larangan Bai’a An Najasyi (rakayasa demand). Yang disertai dengan asbab an nuzul (Ayat Al Qur’an) dan asbab al wurud ( Al Hadis).
Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan tugas ini dari awal sampai akhir.





Metro, 12 Desember 2015


Penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL............................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
A.    Latar Belakang......................................................................................
B.     Rumusan Masalah.................................................................................
C.     Tujuan Penulisan...................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................
A.    Pertian Ikhtikar, Tash’ir, dan Bai’a An Najasyi...................................
B.     Dalil dan Dasar Hukum dilarangnya Ikhtikar......................................
C.     Dalil dan Dasar Hukum dilarangnya Tash’ir........................................
D.    Dalil dan Dasar Hukum dilarangnya Bai’a An Najasyi........................
E.     Asbab an Nuzul ayat-ayat yang berhubungan dengan Tash’ir, Ikhtikar
dan Bai’a An Najasyi...........................................................................

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Syari’at Islam bersumber kepada al-Qur’an dan al-Hadits. Dimana kedua sumber ini menjadi rujukan dalam setiap istinbat hukum untuk menjawab sejumlah persoalan yang muncul dikemudian hari, pada kondisi dan situasi tertentu, lebih dari itu kedua sumber ajaran Islam ini menjadi pandangan hidup (way of life) bagi umat muslim di saentero jagat raya dalam mengatasi peliknya problematik yang mereka hadapi, bahkan syariat Islam mengikat aktifitas umat manusia di dunia, dengan menjadikan al-Qur’an dan al Hadits menjadi Undang-undang dasar dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan hidup dunia dan akhirat.
Ekonomi Islam memandang bahwa pasar, negara, dan individu berada dalam keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada sub-ordinat, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain.  Pasar dijamin kebebasannya dalam Islam. Pasar bebas menentukan cara-cara produksi dan harga, tidak boleh ada gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar. Dalam Konsep Ekonomi Islam adalah, Penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan antara permintaan dan penawaran tersebut harus terjadi rela sama rela, sehingga tidak ada po ihak yang merasa terpaksa, tertipu ataupun adanya kekeliruan dalam melakukan transaksi barang tertentu pada tingkat harga tertentu sehinnga tak ada pihak yang merasa dirugikan. Dengan demikian, Islam menjamin pasar bebas dimana para pembeli dan penjual bersaing satu sama lain dengan arus informasi yang berjalan lancar dalam kerangka keadilan. Namun keadaan pasar yang ideal menurut prinsip islam tersebut, tidaklah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan, karena seringkali adanya gangguan yang terjaadi terhadap mekanisme pasar ini. Dan gangguan-gangguan inilah yang disebut dengan Distorsi Pasar.

B.      Rumusan Masalah
1.      Apa dalil dari Tash’ir ?
2.      Apa dalil dari Ikhtikar ?
3.      Apa dalil dari Bai’a An Najasyi ?
4.      Mengapa Tash’ir itu dilarang ?
5.      Mengapa Ikhtikar itu dilarang ?
6.      Mengapa Bai’a An Najasyi itu dilarang ?
7.      Bagaimana Asbab an Nuzul dari ayat-ayat yang berhubungan dengan Tash’ir, Ikhtikar dan Bai’a An Najasyi ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui dalil dari Tash’ir.
2.      Untuk Mengetahui dalil dari Ikhtikar.
3.      Untuk Mengetahui dalil dari Bai’a An Najasyi.
4.      Untuk Mengetahui Larangan Tash’ir.
5.      Untuk Mengetahui Larangan Ikhtikar.
6.      Untuk Mengetahui Larangan Bai’a An Najasyi.
7.      Untuk Mengetahui Asbab an Nuzul dari ayat-ayat yang berhubungan dengan Tash’ir, Ikhtikar dan Bai’a An Najasyi.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ikhtikar, Tash’ir, dan Bai’a An Najasyi.
Dalam hal ini banyak sekali, pengertian atau definisi mengenai Tash’ir, Ikhtikar, dan Bai’a An Najasyi yang disampaikan oleh para ahli dan Ulama Muslim.
1.      Ikhtikar
Ikhtikar (الاحتكار ) artinya zalim (aniaya) dan merusak pergaulan (اساء المعاشرة ), upaya penimbunan barang dagangan untuk menunggu melonjaknya harga barang penimbunan barang adalah salah satu perkara dalam perdagangan yang diharamkan oleh agama karena bisa membawa madhorot.
Monopoli atau ihtikar  artinya menimbun barang agar yang beredar di masyarakat berkurang, lalu harganya naik. Yang menimbun memperoleh keuntungan besar, sedang masyarakat dirugikan.[1]
Menurut Adimarwan "Monopoli secara harfiah berarti di pasar hanya ada satu penjual.
Para ulama mengemukakan arti atau definisi ihtikar (menimbun) berbeda-beda sepertinya halnya yang diterangkan dibawah ini Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani mendefinisikan : Penimbunan atau penahan barang dagangan dari peredarannya.
Imam Al-Ghazali mendefinisikan :Penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga dan penjualannya ketika harga melonjak.
Ulama madzhab maliki mendefinisikan : Penyimpanan barang oleh produsen baik makanan, pakaian dan segala barang yang merusak pasar.
Ulama Malikiyah mendefinisikan monopoli (ihtikar) : Penyimpanan barang oleh produsen: baik makanan, pakaian, dan barang yang boleh merusak pasar.


2.      Tash’ir
Tas’ir dalam bahasa Arab berasal dari sa’ara (fi’il madhi), yusa’iru (fi’il mudhari’), tas’iiran (mashdar). Artinya menurut pengertian bahasa Arab adalah kesepakatan atas suatu harga (al-ittifaq ‘ala si’rin).
Adapun menurut pengertian syariah, terdapat beberapa pengertian. Menurut Imam Ibnu Irfah (ulama Malikiyah) :
هو تحديد حاكم السوق لبائع المأكول فيه قدراً للمبيع بدرهم معلوم
“Tas’ir adalah penetapan harga tertentu untuk barang dagangan yang dilakukan penguasa kepada penjual makanan di pasar dengan sejumlah dirham tertentu.” (Muhammad bin Qasim Al-Anshari, Syarah Hudud Ibnu Irfah, II/35).
Menurut Syaikh Zakariya Al-Anshari (ulama Syafi’iyah) :
أن يأمر الوالى السوقة أن لايبيعوا أمتعتهم إلا بسعر كذا
“Tas’ir adalah perintah wali (penguasa) kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu.” (Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarah Raudhah Ath-Thalib, II/38).
Menurut Imam Al-Bahuti (ulama Hanabilah) :
التسعير أن يسعر الإمام أو نائبه على الناس سعراً ويجبرهم على التبايع به
“Tas’ir adalah penetapan suatu harga oleh Imam (Khalifah) atau wakilnya atas masyarakat dan Imam memaksa mereka untuk berjual beli pada harga itu.” (Al-Bahuti, Syarah Muntaha Al-Iradat, II/26).
Menurut Imam Syaukani :
هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً أهل السوق ألا يبيعوا أمتعتهم إلا بسعر كذا فينمع من الزيادة عليه أو النقصان لمصلحة

“Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang mengatur urusan kaum muslimin kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu dan dilarang ada tambahan atau pengurangan dari harga itu karena alasan maslahat.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, V/335).
Menurut Imam Taqiyuddin An-Nabhani :
هو أن يأمر السلطان أو نوابه أو كل من ولى من أمور المسلمين أمراً أهل السوق ألا يبيعوا السلع إلا بسعر كذا فينمعوا من الزيادة عليه حتى لا يغلوا الأسعار أو النقصان عنه حتى لا يضاربوا غيرهم، أي ينمعون من الزيادة أوالنقص عن السعر لمصلحة الناس
“Tas’ir adalah perintah penguasa atau para wakilnya atau siapa saja yang mengatur urusan kaum muslimin kepada pelaku pasar agar mereka tidak menjual barang dagangan mereka kecuali dengan harga tertentu, dan mereka dilarang menambah atas harga itu agar mereka tidak melonjakkan harga, atau mengurangi dari harga itu agar mereka tidak merugikan lainnya. Artinya, mereka dilarang menambah atau mengurangi dari harga itu demi kemaslahatan masyakarat.”
Dari berbagai definisi tersebut, sebenarnya maknanya hampir sama. Kesamaannya ialah definisi-definisi tersebut selalu menyebut tiga unsur yang sama. Pertama, penguasa sebagai pihak yang mengeluarkan kebijakan. Kedua, pelaku pasar sebagai pihak yang menjadi sasaran kebijakan. Ketiga, penetapan harga tertentu sebagai substansi kebijakan.
Namun kami memilih definisi Imam Taqiyuddin An-Nabhani, karena lebih komprehensif (syumuliah). Sebenarnya definisi Imam An-Nabhani ini sama dengan definisi Imam Syaukani. Hanya saja Imam An-Nabhani sedikit memberikan tambahan berupa uraian makna “karena alasan maslahat” (li maslahatin) dalam definisi Imam Syaukani.  Imam An-Nabhani menguraikan bahwa alasan maslahat yang dimaksud adalah bahwa tujuan kebijakan tas’ir adalah agar harga tidak melonjak atau tidak merugikan masyarakat umum.


Dalam hadis lain dikemukakan tentang ta’sir:
ان الله هو المسعر القا بض البا سط الرازق وإني لأرجو أن القي الله وليس أحد منكم يطا لبني بمظلمة في دم و ما ل
“Sesungguhnya Allah-lah dzat yang menetapkan harga, Yang Maha Menyempitkan, Maha Melapangkan, dan Maha menberi rizki. Sesungguhnya aku berharap bertemu Allah dalam keadaan tidak ada seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntutku mengenai kezaliman dalam hal darah dan harta.” (HR. Abu Dawud)
Asbabul wurud:
Anas r.a meriwayatkan bahwa pada zaman Rasulullah SAW di Madinah terjadi harga yang membumbung tinggi. Kemudian orang-orang berkata: “wahai Rasulullah SAW, harga begitu mahal, maka tetapkannlah harga bagi kami. Lalu Rasulullah SAW bersabda, seperti hadis diatas.”
Kesimpulan hadis: bahwa ta’sir hukumnya haram.[2]

3.      Bai’a An Najasyi
Harga merupakan salah satu unsur jual beli yang mendapatkan perhatian dalam islam. Untuk menjaga agar penjual dan pembeli melakukan penawaran dengan bebas, dan agar harga barang yang ditetapkan berdasarkan kemauan penjual dan pembeli, maka islam melarang semua tindakan yang menyebabkan terjadinya permainan harga. Salah satu bentuk yang dilarang adalah al-najasyi, yang merupakn suatu tindakan atau prilaku seserorang yang melakukan manipulasi harga.
Dalam kondisi saat sekarang, bahkan ada orang yang berprofesi sebagai an najasyi, yang kemudian mendapatkan komisi dari pemilik barang yang dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi.
An najasyi menurut bahasa adalah larinya buruan dan keluarnya buruan dari tempat untuk diburu. Sedangkan menurut istilah najasyi adalah tambahan harga dalam komoditas yang diperjual belikan. Pengertian lain, najasyi adalah penambahan harga barang yang sedang proses jual beli, bukan untuk maksud membeli, tetapi agar calon pembeli yang sedang menawar membeli dengan tawaran tinggi tersebut. Dapat juga berarti trik simulasi yaitu seseorang berpura-pura menawar barang dagangan dengan harga yang tinggi dihadapan calon pembeli, semata-mata untuk membangkitkan keinginan calon pembeli.
     Dalam praktiknya an najasyi ini dapat saja pelakunya bekerja sama dengan penjual, ada juga yang melakukan an najasyi tanpa sepengetahuan penjual, atau atas dasar inisiatif najasyi itu sendiri. Misalnya, seseorang mengatakan pada calon pembeli, yang sedang menawar bahwa ia membeli barang yang sama dengan harga yang lebih tinggi, dengan tujuan agar pembeli membayar dengan harga yang lebih tinggi, terlepas dari pelaku memang yang membeli dengan harga yang di maksud atau tidak.
      Banyak cara yang dilakukan oleh penjual untuk dapat meyakinkan pembeli tentang harga barang yang sedang dalam proses jual beli. Bahkan dalam realitas, ada penjual yang bersumpah bahwa harga tersebut harga yang paling rendah. Denga an najasyi, seorang melakukan tindak penawaran dengan tujuan untuk meyakinkan calon pembeli agar dapat membeli dengan harga yang lebih tinggi. Pemberian harga yang lebih tinggi tersebut dilakukannya bukan untuk membeli, tetapi agr calon pembeli merasa yakin bahwa calon pembeli membeli dengan harga yang standar.
     Najasyi juga dilakukan dengan cara, seseorang menyatakan dengan calon pembeli (yang sedang melakukan tawar menawar dengan penjual) bahwa ia telah membeli barang yang sama dengan harga yang lebih tinggi dari tawarannya itu dengan tujuan calon pembeli membeli barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga barang yang seharusnya.
Menueut Imam Syafi’i an najasyi yaitu memperlihatkan barang yang akan diprjualkan kepada calon pembeli, ada seseorang yang melakukan penawaran yang lebih tinggi  namun, bukan untuk maksud membeli tetapi untuk meninggikan harga jual.[3]

                                                                                                        
B.     Dalil dan Dasar Hukum dilarangnya Ikhtikar, Tash’ir, dan Bai’a An Najasyi.
Berikut akan diuraikan mengenai sebab-sebab mengapa kegiatan Ikhtikar, Tash’ir, dan Bai’a An Najasyi dilarang oleh Islam.
1.      Ikhtikar
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum ihtikar, dengan perincian sebagai berikut:
a.       Haram secara mutlak (3) (tidak dikhususkan bahan makanan saja), hal ini didasari oleh sabda Nabi SAW:
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئ
Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa. (HR. Muslim 1605)
Menimbun yang diharamkan menurut kebanyakan ulama fikih bila memenuhi tiga kriteria:
a)      Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa satu tahun penuh. Kita hanya boleh menyimpan barang untuk keperluan kurang dari satu tahun sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.
b)      Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi dan kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat membelinya dengan harga mahal.
c)      Yang ditimbun (dimonopoli) ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-lain. Apabila bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang, tetatpi tidak termasuk bahan pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat. maka itu tidak termasuk menimbun.

b.      Makruh secara mutlak, Dengan alasan bahwa larangan Nabi SAW berkaitan dengan ihtikar adalah terbatas kepada hukum makruh saja, lantaran hanya sebagai peringatan bagi umatnya.

c.       Haram apabila berupa bahan makanan saja, adapun selain bahan makanan, maka dibolehkan, dengan alasan hadits riwayat Muslim di atas, dengan melanjutkan riwayat tersebut yang dhohirnya membolehkan ihtikar selain bahan makanan, sebagaimana riwayat lengkapnya, ketika Nabi SAW bersabda:

عَنْ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ

Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa. Lalu Sa'id ditanya, "Kenapa engkau lakukan ihtikar?" Sa'id menjawab, "Sesungguhnya Ma'mar yang meriwayatkan hadits ini telah melakukan ihtikar!' (HR. Muslim 1605)
Imam Ibnu Abdil Bar mengatakan: "Kedua orang ini (Said bin Musayyab dan Ma'mar (perowi hadits) hanya menyimpan minyak, karena keduanya memahami bahwa yang dilarang adalah khusus bahan makanan ketika sangat dibutuhkan saja, dan tidak mungkin bagi seorang sahabat mulia yang merowikan hadits dari Nabi SAW dan seorang tabi'in [mulia] yang bernama Said bin Musayyab, setelah mereka meriwayatkan hadits larangan ihtikar lalu mereka menyelisihinya (ini menunjukkan bahwa yang dilarang hanyalah bahan makanan saja).

d.      Haram ihtikar disebagian tempat saja, seperti di kota Makkah dan Madinah, sedangkan tempat-tempat lainnya, maka dibolehkan ihtikar di dalamnya, hal ini lantaran Makkah dan Madinah adalah dua kota yang terbatas lingkupnya, sehingga apabila ada yang melakukan ihtikar salah satu barang kebutuhan manusia, maka perekonomian mereka akan terganggu dan mereka akan kesulitan mendapatkan barang yang dibutuhkan, sedangkan tempat-tempat lain yang luas, apabila ada yang menimbun barang dagangannya, maka biasanya tidak mempengaruhi perekonomian manusia, sehingga tidak dilarang ihtikar di dalamnya.
e.       Boleh ihtikar secara mutlak, Mereka menjadikan hadits-hadits Nabi SAW yang memerintahkan orang yang membeli bahan makanan untuk membawanya ke tempat tinggalnya terlebih dahulu sebelum menjualnya kembali sebagai dalil dibolehkahnya ihtikar, seperti dalam hadits:
          عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ رَأَيْتُ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ الطَّعَامَ مُجَازَفَةً عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَوْنَ أَنْ يَبِيعُوهُ حَتَّى يُؤْوُوهُ إِلَى رِحَالِـهِمْ

Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata: "Aku melihat orang-orang yang membeli bahan makanan dengan tanpa ditimbang pada zaman Rosulullah SAW mereka dilarang menjualnya kecuali harus mengangkutnya ke tempat tinggal mereka terlebih dahulu." (HR. Bukhori 2131, dan Muslim 5/8)
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani berkata:
"Imam Bukhori sepertinya berdalil atas bolehnya menimbun/ihtikar dengan (hadits ini), karena Nabi SAW memerintahkan pembeli bahan makanan supaya mengangkutnya terlebih dahulu ke rumah-rumah mereka sebelum menjualnya kembali, dan seandainya ihtikar itu dilarang, maka Rosulullah SAW tidak akan memerintahkan hal itu." (Fathul Bari 4/439-440).(5)
Demikian pula pendapat tentang waktu diharamkannya ihtikar. Ada ulama yang mengharamkan  ihtikar setiap waktu secara mutlak, tanpa membedakan masa paceklik dengan masa surplus pangan, berdasarkan sifat umum larangan terhadap monopoli dari hadits yang sudah lalu. Ini adalah pendapat golongan salaf.

2.      Tash’ir
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum tas’ir menjadi 2 (dua) madzhab sebagai berikut :
a.       Yang mengharamkan secara mutlak. Ini adalah pendapat jumhur ulama dari ulama Hanafiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah. Ini juga pendapat ulama muta`akkhirin seperti Imam Syaukani dan Imam An-Nabhani. Namun sebagian ulama Hanabilah ada yang mengharamkan secara mutlak seperti Ibnu Qudamah, sementara ulama lainnya ada yang memberikan rincian (tafshil) seperti Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim. Artinya, menurut Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim jika tas’ir mengandung kezhaliman, hukumnya haram. Jika untuk menegakkan keadilan, hukumnya boleh bahkan wajib.
b.      Yang membolehkan, meski tidak membolehkan secara mutlak. Ini pendapat sebagian ulama Hanafiyah dan Malikiyah. Sebagian ulama Hanafiyah membolehkan tas’ir jika para pedagang melambungkan harga secara tidak wajar. Sebagian ulama Malikiyah membolehkan tas’ir jika sebagian kecil pedagang di pasar sengaja menjual dengan harga sangat murah, sedang umumnya pedagang memasang harga lebih mahal. Maka tas’ir dibolehkan untuk menaikkan harga agar sesuai dengan harga umumnya pedagang.
Pendapat pertama, berdalil dengan hadits-hadits Nabi SAW, misalnya hadits Anas bin Malik RA :
عن أنس رضى الله عنه قال: غلا السعر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا : يارسول الله : سعر لنا ، فقال : إن الله هو المسعر القابض الباسط الرازق ، وإنى لأرجو أن ألقى ربى وليس أحد منكم يطلبنى بمظلمة فى دم ولا مال
Dari Anas RA, dia berkata,”Harga melonjak pada masa Rasulullah SAW. Maka berkatalah orang-orang,’Wahai Rasulullah, tetapkanlah harga untuk kami.’ Maka bersabda Nabi SAW,”Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Menetapkan Harga, Yang Memegang Rizki, Yang Melapangkan Rizki, Yang Maha Pemberi Rizki. Dan sungguh akan betul-betul berharap berjumpa dengan Tuhanku sementara tak ada seorang pun dari kalian yang akan menuntutku karena suatu kezhaliman dalam urusan harta atau nyawa.” (HR Abu Dawud, hadits no 3450).
Imam Syaukani berkata,”Hadits ini dan yang semisalnya dijadikan dalil untuk keharaman tas’ir dan bahwasanya tas’ir itu adalah suatu kezhaliman (mazhlimah).
Semakna dengan pernyataan Imam Syaukani, Imam Taqiyuddin An-Nabhani berkata,”Hadits-hadits tentang tas’ir menunjukkan keharaman tas’ir. Juga menunjukkan bahwa tas’ir adalah suatu kezhaliman (madzlimah) yang dapat diajukan kepada penguasa untuk dihilangkan. Maka jika justru penguasa melakukan tas’ir, dia berdosa di hadapan Allah, karena dia telah melakukan perbuatan yang haram.”
Pendapat kedua, berdalil antara lain dengan ayat QS An-Nisa` : 29 :
يا أيها الذين آمنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka.” (QS An-Nisa` [4] : 29)
Wajhul istidlal dari ayat ini ialah, bahwa ayat ini melarang memakan harta secara batil. Jika ada pedagang yang menjual dagangan dengan harga yang melambung tinggi yang merugikan masyarakat, maka itu termasuk memakan harta secara batil. Maka hal itu harus dicegah oleh penguasa dengan cara melakukan tas’ir.
Dalil lainnya, hadits Nabi SAW :
لا يبيع حاضر لباد ، دعوا الناس يرزق الله بعضهم من بعض
“Janganlah orang kota menjual kepada orang dusun, biarkanlah manusia, Allah akan memberi rizki kepada mereka sebagian dari sebagian lainnya.”
Wajhul istidlal dari hadits ini, bahwa Rasulullah melarang orang kota yang tahu harga menjual barang dagangan kepada orang dusun yang tidak tahu harga. Karena hal ini akan dapat melonjakkan harga. Maka tas’ir dibolehkan agar tidak terjadi pelonjakan harga.
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan, tas’ir yang dibolehkan itu contohnya : penguasa melarang para pedagang untuk menjual barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasar, sementara saat itu masyarakat sangat membutuhkan barang itu. Maka dalam kondisi seperti ini penguasa mewajibkan pedagang menjual dengan harga pasar, karena ini berarti mengharuskan keadilan. Padahal keadilan adalah hal yang diperintahkan Allah.
Dalil lain yang membahas tentang larangan tash’ir adalah sebagiai berikut:
ان الله هو السعر القا بض البا سط الر ازق وإنى لأرجو أن القي الله وليس أحد منكم يطا لبني بمظلمة في دم ولا ما ل
“Sesungguhnya Allah-lah Dzat yang menciptakan harga, Yang Maha Menyempitkan, Maha Melapangkan, dan Maha Memberi rizki. Sesungguhnya aku berharap bertemu Allahdalam keadaan tidak ada seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntutku mengenai kazaliman dalam hal darah dan.”  harta (HR. Abu Dawud)
Asbabul wurud:
Anas r.a meriwayatkan bahwa pada zaman Rasulullah SAW di Madinah terjadi harga yang membumbung tinggi. Kemudian orang-orang berkata “ wahai Rasulullah SAW , harga begitu mahal, maka tetapkannlah harga bagi kami. Lalu Rasulullah SAW bersabda, seperti hadis di atas.”
Kesimpulan hadis:Bahwa tas’ir adalah haram.
3.      Bai’a an Najasyi
عَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ النَّجْشِ. وَ فِيْ لَفْظٍ وَ لاَ تَنَاجَشُوْا. رَوَاهُ الْبُخَارِىُّ
“Dari Ibnu ‘Umar r.a.: Bahwasanya Rasulullah saw melarang jual-beli dengan cara najasy”. Dan dalam lafazh yang lain dinyatakan: Janganlah kamu sekalian melakukan jual-beli dengan cara najasy. (HR al-Bukhari)”

Pengertian Lafal
النَّجْشُ

:
An-Najasy – dalam pengertian etimologis – bermakna: al-Itsârah, yaitu menggerakkan. Yang diambil dari kata: najasytu ash-shaida idzâ atsartuhu (aku menghalau hewan buruan apabila aku menggerakkan/mengejutkannya). Sedang dalam pengertian terminologis adalah: (ketika) seseorang menambah harga pada suatu barang, namun ia tidak membutuhkan barang tersebut dan tidak ingin membelinya; ia hanya ingin harganya bertambah, dan akan menguntungkan pemilik barang.
Maksud Hadis
Rasulullah s.a.w. — pada prinsipnya – melarang bai’ an-najasy. An-Najasy yang dimaksud dalam hadis ini ialah bentuk praktik jual-beli sebagai berikut: seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan, dan oleh karenanya disebut sebagai praktik jual-beli yang terlarang.
Penjelasan dan Istinbath Hukum
Haram hukumnya praktik najasy dalam jual beli. Dalam hal ini at-Tirmidzi berkata dalam Sunannya, “Hadis inilah yang berlaku di kalangan ahli ilmu, mereka memakruhkan praktik najasy dalam jual beli.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Bâri (XII/336), “Makruh yang dimaksud adalah makruh tahrim (mendekati haram).”
Bentuk praktik najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan, (Sunan at-Tirmidzi [III/597-598]).
Al-Baghawi berkata dalam kitab Syarhus Sunnah [VTII/120-121], “Najasy adalah seorang laki-laki melihat ada barang yang hendak dijual. Lalu ia datang menawar barang tersebut dengan tawaran yang tinggi sementara ia sendiri tidak berniat membelinya, namun semata-mata bertujuan mendorong para pembeli untuk membelinya dengan harga yang lebih tinggi.
At-Tanâjusy adalah seseorang melakukan hal tersebut untuk temannya dengan balasan temannya itu melakukan hal yang sama untuknya jika barangnya jadi terjual dengan harga tinggi. Pelakunya dianggap sebagai orang durhaka karena perbuatannya itu, baik ia mengetahui adanya larangan maupun tidak, sebab perbuatan tersebut termasuk penipuan dan penipuan bukanlah akhlak orang Islam.”
Orang yang melakukan praktik najasy dianggap sebagai orang yang berdosa dan durhaka. Ibnu Baththal telah menukil ijma’ ahli ilmu dalam masalah ini. (lihat Fathul Bâri (IV/355). Dalilnya adalah hadis ‘Abdullah bin Abi Aufa r.a, ia berkata, “Seorang menjajakan barang dagangannya sambil bersumpah dengan nama Allah bahwa ia menjualnya di bawah modal yang telah ia keluarkan. Lalu turunlah ayat, ‘Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…’ (QS Ali ‘Imran, 3: 77)”
‘Abdullah bin Abi Aufa berkata, “Pelaku praktik najasy adalah pemakan riba dan pengkhianat,” (HR al-Bukhari [2675]).
Jika si penjual bekerja sama dengan pelaku najasy dan memberikan kepadanya persen bila barang laku terjual dengan harga tinggi, maka ia juga turut mendapatkan bagian dalam dosa, penipuan, dan pengkhianatan. Keduanya berada dalam Neraka.
Apabila praktik najasy ini dilakukan atas kerja sama antara oknum pelaku dengan penjual atau atas rekayasa si penjual, maka jual beli tersebut tidak halal.
Al-Baghawi berkata dalam Syarhus Sunnah (VIII/121), “Para ulama sepakat bahwa bila seorang mengakui praktik najasy yang dilakukannya lalu si pembeli jadi membelinya, maka jual beli dianggap sah, tidak ada hak khiyar bagi si pembeli, jika oknum pelaku najasy tadi melakukan aksinya tanpa perintah dari si penjual. Namun, bila ia melakukannya atas perintah dari si penjual, maka sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa si pembeli memiliki hak khiyar.”
Bai' Najasy
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian jangan saling mendengki, jangan saling najasy, jangan saling membenci, jangan saling membelakangi ! Janganlah sebagian kalian membeli barang yang sedang ditawar orang lain, dan hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allâh yang bersaudara. Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka ia tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, dan menghinakannya. Takwa itu disini –beliau memberi isyarat ke dadanya tiga kali-. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap orang Muslim, haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim lainnya (HR Muslim).”Radhiyallahu ‘anhuma, diriwayatkan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang najas(HR Bukhari). Ibnu Abi Aufa rahimahullah mengatakan, “Nâjisy (pelaku najasy) adalah pemakan harta riba dan pengkhianat.” (HR Bukhari) Najasy ditafsirkan oleh banyak Ulama dengan najasy dalam jual beli. Yaitu menaikkan harga suatu barang yang dilakukan oleh orang yang tidak berminat membelinya untuk kepentingan penjual supaya untungnya lebih besar atau untuk merugikan pembeli. Termasuk praktek najasy yaitu memuji barang dagangan seorang penjual supaya laku atau menawarnya dengan harga yang tinggi padahal dia tidak berminat. Apa yang dilakukannya hanya untuk mengecoh pembeli sehingga tidak merasa kemahalan kalau jadi beli. Artinya didalam Bai' najasy ada terkandung unsur penipuan, dan pembeli tidak mendapatkan informasi yang tepat karena termanipulasi.
عن ابن عمر عن النبي صلئ الله عليه و سلم قل لا يبع بعضكم علئ بيع بعض ...
عن النبي صلئ الله عليه و سلمىا نه قا ل لا يسو م الر جل علئ سو م أ خيه
“Dari Ibnu ‘Umar Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah sebagian kamu menjual atas penjualan yang lain..., dalam hadis lain Rasulullah Saw. bersabda: Janganlah seseorang menawar atas tawaran yang lainnya”
عن ابي عمر ر ضي الله عنهما قال نهئ النبي صلئ الله عليه و سلم عن النجش
“Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah Saw. melarang al-Najsy atau upaya menaikkan harga penawaran barang bukan dengan maksud membeli.”

C.    Asbab an Nuzul ayat-ayat yang berhubungan dengan Tash’ir, Ikhtikar dan Bai’a An Najasyi.

1.      Asbabun An-Nuzul QS. Al-Baqarah:278 dan 279 (Ikhtikar)
                        Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut berkenaan dengan pengaduan Bani Mughirah kepada Gubernur Makkah setelah Fathu Makkah, yaitu ‘Attab bin As-Yad tentang hutang-hutangnya yang beriba’ ebelum ada hukum penghapusan riba, kepaeda Banu ‘Amr bin ‘Auf dari suku Tsaqif. Bani Mughirah berkata kepada Attab bin As-yad: “kami adalah manusia yang paling menderita akibat dihapuskannya riba. Kami ditagih membayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba karena mentaati hukum penghapusan riba”. Maka Banu Amr: “kami minta penyelesaian atas tagihan riba kami”. Maka Gubernur ‘Attab menulis surat kepada Rasulullah SAW. yang dijawab oleh Nabi SAW dengan ayat di atas.
(diriwayatkan oleh Abu Ya’la didalam musnadnya dan Ibnu Mandah dari Al-Kalbi dari Abi Shaleh, yang bersumber dari Ibnu Abbas.)[4]

2.      Asbab An-Nuzul QS. Al-Imran:77 (tash’ir)
                        Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Al-Asy’Ats mengadu kepada Rasulullah SAW karena tanah miliknya direbut oleh seorang Yahudi. Nabi bersabda kepada Al-Asy’Ats : “apakah kau mempunyai bikti?” jawab Al-Asy-Ats : “tidak”. Bersabdalah Nabi SAW kepada Yahudi: “bersumpahlah kau!”, Al-Asy’Ats berkata: “kalau begitu, dia berani bersumpa, dan akan hilang hartaku”. Maka Allah menurunkan ayat tersebut (QS. Al-Imran:77) sebagai peringatan kepada orang yang mau bersumpah palsu.
(diriwayatkan oleh As-Syaikhani dan yang lainnya yang bersumber dari Al-Asy’Ats.
            Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ada seorang yang berdagang di pasar, menjual barang dagangannya, kemudian bersumpah atas nama Allah bahwa barang dagangannya telah diserahkan padahal ia belum memberikannya. Perbiatan itu dilakukan kepada orang-orang islam. Maka turunlah ayat di atas sebagai peringatan kepada orang yang mau bersumpah palsu. [5]

BAB III
PENUTUPAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan diskusi yang telah kami lakukan, kami dapat menarik sebuah kesimpulan bahwasannya kegiatan Ikhtikar, Tash’ir, dan Bai’a An Najasyi dilarang oleh agama Islam, karena banyak sekali hukum yang mengatur dan melarang kegiatan tersebut. Berdasarkan sabda Nabi SAW:
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئ
Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa. (HR. Muslim 1605)
Menimbun yang diharamkan menurut kebanyakan ulama fikih bila memenuhi tiga kriteria:
a)      Barang yang ditimbun melebihi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga untuk masa satu tahun penuh. Kita hanya boleh menyimpan barang untuk keperluan kurang dari satu tahun sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.
b)      Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi dan kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat membelinya dengan harga mahal.
c)        Yang ditimbun (dimonopoli) ialah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang dan lain-lain. Apabila bahan-bahan lainnya ada di tangan banyak pedagang, tetapi tidak termasuk bahan pokok kebutuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat. maka itu tidak termasuk menimbun.
Kamipun mendasarkan pendapat kami, pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan hadist sehingga kami dapat mengetahui dalil dan  landasan hukum mengapa kegiatan Ikhtikar, Tash’ir, dan Bai’a An Najasyi dilarang. Karena kegiatan-kegiatan tersebut merugikan orang lain dan hukumnya adalah haram. Selain itu, tindakan tersebut melanggar dalam etika bisnis dalam islam yang telah di ajarkan Rasulullah Saw. Dalam berbisnis (kegiatan ekonomi) seharusnya menjalankan prinsip-prinsip etika bisnis dalam islam. Seperti, tauhid, keadilan, kejujuran.  Dengan begitu tidak ada orang yang dirugikan.



DAFTAR PUSTAKA

At-Thobarony, Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu Al-Qosim, Al-Mu’jam Al-kabir Juz 15
Enizar, 2013, Hadis Ekonomi, Jakarta, Raja Wali Pers.
Mardani, 2012, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Jakarta, Raja Wali Pers
Nurcholis, 1997, Asbabun Nuzul, Surabaya, Pustaka Anda.

























 


[1] Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub Abu Al-Qosim At-Thobarony, Al-Mu’jam Al-kabir Juz 15, hlm. 5
[2] Mardani, Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, (Jakarta: Raja Wali Pers, 2012), hal. 198-199.
[3] Enizar, Hadis Ekonomi, (Jakarta: Raja Wali Pers, 2013), hal. 131-133.
[4] Nurcholis, Asbabun Nuzul, (Surabaya: Pustaka Anda, 1997), hal.88
[5] Ibid..., hal. 100-101.

Search what you want to find . . .

Powered by Blogger.

Sahabat

Never Give Up :)

Kamu tidak pernah mengetahui apa yang sebenarnya mereka rasakan, dan mereka tidak akan pernah mengetahui benar tentang apa yang kau rasakan :) dengan usaha sekeras apapun.

_Never give up