Kepentingan Amerika terhadap Indonesia dalam Trans Pasifik Partnership



Kepentingan Amerika Serikat Mendorong Indonesia
dalam Trans Pasifik Partnership
 Makalah ini disusun guna memenuhi tugas individu
Mata Kuliah Perekonomian di Indonesia
Dosen Pengampu:







Disusun oleh:
Desta Amelia ( 14117974 )



KELAS A
JURUSAN EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI SYARI’AH
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2015



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur saya panjatkan kehadirat  ALLAH SWT , karena atas Taufiq dan Inayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership”.

Makalah ini disusun guna memenuhi syarat tugas individu Mata Kuliah Perekonomian di Indonesia. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini, terutama kepada Hermanita. Selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Perekonomian di Indonesia.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi saya selaku penulis khususnya. Saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah yang lebih baik. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb


Metro,... April 2015


Penyusun


DAFTAR ISI


COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

BAB I: PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................... 4

BAB II: PEMBAHASAN
A.    kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership Guna Konsep Kepentingan Nasional .................6

BAB III: PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Trans Pasifik Partnership (TPP) merupakan suatu kerangka kerjasama yang melingkupi kawasan Asia dan Pasifik dan digagas sebagai forum bersama guna membahas isu-isu ekonomi dunia sekaligus sebagai sarana akomodasi kepentingan negara-negara yang ada dalam kawasan Asia dan Pasifik.
Sebenarnya, Trans Pasific Partnership ini telah disusun pada tahun 2003, oleh Singapura, Selandia Baru, dan Chili sebagai jalan memperlancar jalur perdagangan liberalisasi di kawasan Asia Pasifik. Sementara Brunei Darussalam menjajaki tahap negosiasi untuk bergabung dalam forum tersebut pada bulan April tahun 2005.2 Trans Pasifik Partnership ditandatangani pada tanggal 2 agustus 2005 bersamaan dengan konklusi perundingan pada juni 2005, di mana perjanjian tersebut disepakati oleh empat (4) Negara di antaranya; Selandia Baru, Chili, Singapura serta Brunei Darussalam dan mulai berlaku (efektif) pada bulan Mei tahun 2006. Trans Pasifik Partnership ini sebenarnya dikenal sebagai tiga pasifik dekat ekonomi (P3-CEP) yang meluncurkan perundingan di sela-sela pertemuan Pemimpin APEC pada tahun 2002 di Los Cabos, Meksiko, oleh Presiden Chile Richardo Lagos, Perdana Menteri Singapura Gho Chok Tong, dan Helen Clark dari Selandia Baru. Brunei pertama kali mengambil bagian sebagai pihak negosiasi penuh dalam putaran kelima pada bulan April 2005, setelah itu blok perdagangan dikenal sebagai Pasifik-4 (P4). Meskipun semua Negara dan paraperunding yang berada dalam P4 merupakan anggota APEC tapi ini bukan inisiatif dari APEC, namun itu dianggap sebagai rencana untuk membentuk kerjasama antara negara-negara yang tergabung dalam APEC.
Pada bulan Maret tahun 2008, Amerika Serikat ikut bergabung dalam Trans Pasifik Partnership untuk menyelesaikan investasi dan jasa ketentuan keuangan Amerika Serikat (AS). Namun, saat itu belum ada kepastian yang kuat dalam membentuk kerangka kerja sama tersebut, hingga pada tahun 2008 di mana ekonomi Amerika Serikat mengalami penurunan yang drastis sebagai akibat dari krisis keuangan global, sehingga demikian, untuk memperbaiki keadaan ekonomi tersebut AS mulai tertarik untuk melanjutkan rencana Trans Pacific Partnership tersebut, dan diikuti oleh Vietnam, Australia, dan Malaysia sehingga semakin terbukalah kemungkinan untuk membentuk kerangka kerja sama tersebut. Trans Pasific Partnership (TPP) merupakan kerjasama dalam hal pasar bebas yang mencakup kawasan Asia dan Pasifik. Saat ini negara yang bergabung dalam Trans Pasifik Partnership berjumlah 9 negara diantaranya; Selandia Baru, Chili, Brunai Darussalam, Singapura, Amerika Serikat, Australia, Peru, Vietnam, Malaysia, sementara Jepang belum secara resmi ikut di dalamnya, masih diperlukan verifikasi lebih lanjut, Indonesia merupakan salah satu negara yang ada dalam kawasan Asia pasifik yang dibujuk oleh Amerika Serikat untuk bergabung dalam forum TPP tersebut dikarenakan Pemerintahan Obama telah berkomitmen untuk membuat Trans Pasifik Partnership sebagai sebuah “Perjanjian perdagangan abad ke-21,” berdasarkan semua Negara anggota Trans Pasifik Partnership.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka muncul permasalahan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:
“Apa yang menjadi kepentingan nasional Amerika Serikat mendorong
Indonesia bergabung dalam Trans-Pasific Partnership?”


BAB II
PEMBAHASAN


1.      kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership Guna Konsep Kepentingan Nasional
Untuk menganalisa Kepentingan Amerika Serikat mendorong Indonesia bergabung dengan Trans-Pasific Partnership adalah dengan menggunakan konsep Kepentingan Nasional. Menurut Jack C. Plano dan Roy Olton adalah:[1] “Tujuan mendasar serta faktor paling penting yang menentukan dan memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri, kepentingan nasional merupakan unsur vital bagi negara, kemerdekaan, kemandirian, keutuhan wilayah, keamanan militer dan kesejahteraan ekonomi.” Kepentingan nasional selalu berkaitan erat dengan politik luar negeri.
Konsep kepentingan nasinal merupakan hasil telaah para pemikir realisme. Hans. J Morgenthau menyatakan bahwa:[2] “Politik itu sendiri pada hakikatnya adalah perjuangan untuk mencapai kekuasaan atas manusia, dan apapun tujuan akhirnya, kekuasaan adalah tujuan terpentingnya, dan cara-cara memperoleh, memelihara dan menunjukkan kekuasaan menentukan teknik aksi politik.” Morgenthau yakin bahwa setiap pemimpin negara merasa wajib melaksanakan kebijakan luar negerinya dengan mengacu pada petunjuk yang digariskan pada kepentingan nasional dan pemimpin akan disalahkan apabila gagal mencapainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri suatu negara didasarkan pada kepentingan politik domestik, atau bahwa politik luar negeri merupakan kepanjangan tangan dari politik dalam negeri yang diformulasikan dalam kepentingan nasional suatu negara. Kepentingan nasional diartikan sebagai kelangsungan hidup (survive) suatu negara yang meliputi kemampuan untuk melindungi identitas fisik, mempertahankan rezim ekonomi politiknya dan memelihara identitas kulturnya dalam dunia internasional.[3] Menurut Kenneth Waltz seorang ilmuwan realis, mendasarkan kepentingan nasional terhadap tatanan politik internasional yang bersifat anarki yang tersebar di antara negara-negara.[4] Tidak ada negara manapun yang menjamin bahwa kehidupan suatu negara akan sejahtera dan damai. Sehingga juga tidak ada yang menjamin bahwa suatu negara tidak akan melakukan tindakan tertentu untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya. Waltz menambahkan, negara-negara serupa dalam semua hal fungsi dasarnya, yaitu disamping perbedaan budaya, ideologi, konstitusi atau personal, mereka menjalankan tugas-tugas dasar yang sama. Semua negara harus mengumpulkan pajak dan menjalankan kebijakan luar negeri.
Namun, negara sangat berbeda hanya mengacu pada kapabilitas mereka yang sangat beragam. Dalam kata-kata Waltz sendiri “unit-unit negara dibedakan khususnya oleh besar atau kecilnya kapabilitas mereka dalam menjalankan tugas yang serupa. Struktur suatu sistem berubah seiring perubahan dalam distribusi kapabilitas antar unit-unit sistem”. Dengan kata lain, perubahan sistem internasional terjadi ketika negara-negara berkekuatan besar muncul dan tenggelam, dan dengan demikian perimbangan kekuatan bergeser. Alat-alat yang khas dari perubahan itu adalah perang negara-negara berkekuatan besar. Oleh karena itu, negara-negara berkekuatan besar dalam tatanan dunia internasional yang anarki, menurut Kenneth Waltz lebih memiliki kesempatan yang besar untuk mempengaruhi kebijakan yang berlaku bagi semua negara. Akibatnya, negara-negara yang memiliki kekuatan kecil sering kali mendapat kerugian dari “ulah” negara yang memiliki kekuatan lebih besar. Indonesia memang tidak mempunyai perekonomian yang kuat disbanding Negara Adidaya tersebut, karna selama ini Indonesia kebanyakan bergantung pada perekonomian luar negri.Namun Indonesia memiliki tempat yang cukup strategis yang dimana dapat menjadi penyeimbang kekuatan perekonomian Amerika Serikat pasca krisis yang melanda Amerika sendiri.
Adapun inisiatif Amerika Serikat (AS) mengajak Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership (TPP) karena Amerika Serikat memiliki kepentingan nasional baik itu dilihat dari aspek domestic maupun aspek eksternal. Pada aspek domestiknya, kepentingan Amerika Serikat mengajak Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership yaitu, dimana telah kita ketahui bahwa Negara Adidaya saat ini sangat membutuhkan bantuan dalam bidang ekonomi, hal ini disebabkan oleh perekonomian Amerika Serikat yang sedang jatuh, dampak krisis Amerika saat ini sangat berpengaruh bagi masyarakat nya sendiri dan beberapa negara yang lain, serta perluasan pasar Amerika semakin meluas, sehingga muncullah inisiatif dari Amerika untuk memperbaiki ekonominya, untuk itu Amerika membutuhkan negara lain dalam memperbaiki ekonomi Amerika, Amerika menyadari bahwa saat ini Asia lah yang memiliki laju perekonomian yang baik di dunia, sehingga dari keadaan ini Amerika berniat melakukan kerjasama, yaitu dengan membentuk suatu kelompok kerja, dimana akan memproritaskan pada pasar bebas, diharapkan hal ini nanti bisa menggenjot perekonomian Amerika, maka Amerika pun membujuk negara-negara yang ada dalam kawasan Asia pasifik agar dapat mangikuti/bergabung dalam TPP (Trans Pasifik Partnership) itu sendiri, Trans Pacifik Partnership merupakan sebuah terobosan baru yang diayomi Amerika dan Australia guna untuk memperlancar perekonomian di dalam kawasan Asia Pasifik.
Adapun pada aspek eksternalnya Amerika Serikat mengajak Indonesia bergabung dalam Trans Pasifik Partnership disebabkan oleh beberapa faktor (kepentingan). Pertama, Indonesia memiliki Pasar yang luas, dimana kita ketahui bersama bahwa Indonesia saat ini merupakan salah satu negara yang di minta agar dapat bergabung dalam TPP dikarenakan Indonesia mempunyai Pasar yang cukup luas. Kedua, Persaingan kualitas produk saat ini cukup signifikan berpengaruh di negara Indonesia sendiri, sementara produk-produk dalam negri nyaris begitu saja belum terlirik oleh para konsumen/masyarakat local yang ada di Indonesia, sehingga demikian sejauh ini negara Adidaya tersebut merasa yakin dan percaya bahwa pasar yang ada di Indonesia sangat kental, dan mempunyai konsumsi yang yang tinggi tentunya, AS pun terus memperluas hegemoni terhadap negara-negara berkembang. Disamping hegemoni yng disampaikan Gramsci dengan peran kepemimpinan intelektual dan moral (intellectual and moral leadership) untuk menciptakan ide-ide dominan, Gramsci juga memperlebar khasanah intelektualnya dengan menambahkan hegemoni dalam kapitalisme untuk merebut kekuasaan negara maupun dalam mempertahankan kekuasaan yang sudah diperoleh.[5] AS akan terus berupaya menambah mitra dagangya terhadap negaranegara berkembang, termasuk Indonesia.




BAB III
PENUTUPAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan paparan tersebut maka dapat dibuat sebuah kesimpulan sementara yaitu: Pertama, Amerika ingin meningkatkan pendapatan ekonomi melalui kerjasama TPP untuk memperbaiki kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis keuangan tahun 2008. Kedua, Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi industry dan perdagangan Amerika Serikat sehingga akan meningkatkan profit secara maksimal, serta perluasan hegemoni ekonomi-politik Amerika Serikat.




                                                                                                              


DAFTAR PUSTAKA

Jack C. Plano & Roy Olton, “Kamus Hubungan Internasional”, terjem. Wawan Juanda. Jakarta: Putra A Bardin. 1999.

Sorensen, R. J. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005, 100.

Thomson, Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Politik Antar Bangsa (terj). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010.
Robert Jacson dan Sorensen. 115.
Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, Hal. 22.



[1] Jack C. Plano & Roy Olton, “Kamus Hubungan Internasional”, terjem. Wawan Juanda. Jakarta: Putra A Bardin. 1999.
[2] Sorensen, R. J. Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005, 100.
[3] Thomson, Hans J. Morgenthau dan Kenneth W. Politik Antar Bangsa (terj). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010.
[4] Robert Jacson dan Sorensen. 115.
[5] Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, Hal. 22.

0 comments:

Post a Comment

Search what you want to find . . .

Powered by Blogger.

Sahabat

Never Give Up :)

Kamu tidak pernah mengetahui apa yang sebenarnya mereka rasakan, dan mereka tidak akan pernah mengetahui benar tentang apa yang kau rasakan :) dengan usaha sekeras apapun.

_Never give up